CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 24 April 2012

Besar Pohon Besar Dahan


Pendahuluan.

Jika ada pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan, peribahasa yang cocok dengan kondisi itu adalah, Besar Pasak Daripada Tiang. Jika ada situasi seseorang yang penghasilannya besar tapi juga memiliki pengeluaran yang besar pula, apa peribahasa yang cocok?

Suatu pagi, aku mendampingi anak-anak belajar. Bahasa Indonesia. Di suatu soal digambarkan tentang seorang laki-laki yang rajin bekerja, sukses, memiliki banyak penghasilan tetapi memiliki anak-anak yang sedang kuliah. Jadi besarnya penghasilan sang tokoh bacaan tersebut selalu memiliki penyaluran yang pasti ke biaya anak-anaknya yang sedang sangat besar. Lalu ada ungkapan yang tertulis dalam soal itu, yaitu ; Besar Pohon Besar Dahan. Ungkapan itu dianggap mewakili situasi yang dihadapi sang tokoh.

Jadi, apa peribahasa yang cocok untuk situasi yang penghasilan besar dan pengeluaran juga besar? Jawabnya adalah ; Besar Pohon Besar Dahan.

Besar Pohon Besar Dahan.

Aku suka ungkapan itu. Kalau ungkapan itu adalah peribahasa, aku baru membacanya sekali itu. Dan jika itu ungkapan biasa, aku juga baru sekali ini memikirkannya. Yang lebih terkenal adalah ; Besar Pasak Daripada Tiang. Mungkin karena kebaruannya itu, aku tertarik dengan ungkapan itu. Tapi selain karena baru, aku juga tertarik dengan maknanya yang serasa dekat dengan situasiku.

Aku merasa memiliki kedekatan makna dengan ungkapan itu. Ada beberapa pos yang cukup signifikan secara prosentase dalam komposisi pengeluaran kami. Itu tak bisa dilepaskan dari faktor jumlah anak, jumlah anak sekolah, besaran biaya sekolah, adanya hal yang menjadi prioritas kami, dan adanya pos-pos pengeluaran yang kami abaikan. Faktor-faktor itu membuat komposisi pengeluaran kami menjadi khas. Komposisi itu juga yang membuat kami menyakini bahwa kami khas. Kami mungkin tidak memiliki pengeluaran tertentu dan kami mungkin memiliki pengeluaran tertentu dalam jumlah yang signifikan karena prioritas, jumlah anak, sekolah anak-anak kami dan faktor lainnya.

Soal kekhasan adalah soal semua keluarga. Mereka berbeda dengan kami, kami berbeda dengan mereka, dan mereka berbeda satu dengan lainnya. Salah satu penyebabnya adalah karena perbedaan komposisi pengeluaran. Komposisi pengeluaran itu membuat kami berbeda, sebagaimana orang lain juga berbeda dengan kami karena komposisi pengeluarannya yang khas.

Jadi, ini soal perbedaan dan prioritas. Ini bukan soal selera. Aku tidak kehilangan selera pada rumah yang bagus. Seleraku pada kendaraan bagus bukan hilang. Pakaian bagus, asesoris keren, dan pernik-pernik itu masih bisa aku rasakan mana yang bagus dan mana yang tak terlalu bagus. Aku masih sangat mengerti prestise dan gengsi dari berbagai hal itu. Masih. Masih sekali. Aku tidak sedang kehilangan selera.

Maka bukan tak ada sesuatu yang agak perih di hati ketika menyaksikan rumah, perabot, baju, asesoris, kendaraan dan semacamnya yang lebih bagus dari yang kami miliki. Jujur, aku bukan tak memiliki sedikit perih itu. Tapi aku adalah aku dan kami adalah kami. Sedangkan orang lain adalah mereka. Situasi kami bukan situasi mereka dan situasi mereka bukan situasiku. Maka, perbedaan adalah keniscayaan. Jadi, meski tak mati perasaan ini, kami adalah kami. Dan meski ada sedikit rasa yang khas di hati, kami adalah kami.

Kami adalah kami dengan situasi yang khas. Maka kami bukan mereka yang berlebih. Dan kami –alhamdulillah- bukan mereka yang sangat berkekurangan.
Maka adalah ketimpangan jika kami cuma melihat ke atas, ada mereka yang dibawah. Dan adalah ketimpangan jika kami cuma melihat ke bawah, ada mereka yang memang sangat di atas kami.

Aku bukan tak melihat kilau kagum di mata istriku terhadap sesuatu. Aku bukan tak mendengar decak kagum anak-anakku terhadap sesuatu. Telingaku juga masih sanggup mendengar nada kebanggaan karena sesuatu. Aku juga masih sanggup menangkap suara malu dan perih karena ketidakpunyaan itu. Aku tidak sedang mengingkari keindahan-keindahan itu, tapi aku tak ingin menjadi mereka. Bukan karena mereka buruk, tetapi karena mereka memang bukan kami.

Aku cuma harus rajin mengajari diri dan mengajari orang-orang yang ada dalam tanggungjawabku untuk secara cerdas sanggup melihat segenap perhiasan dunia itu dan sanggup meremehkan semua perhiasan dunia itu dibanding hal-hal ukhrawi. Aku cuma harus banyak melihat kehidupan yang banyak mengajari banyak hal ini. Aku cuma tak boleh terlalu lupa pada cerita dari mereka yang telah berlalu tentang pesona perhiasan dunia ini. Di semua cerita itu, ada banyak pelajaran.

Penutup.

Jika ada orang yang pada sebagiannya menjadi sesuatu yang sangat aku ingini, maka seharusnya aku sadar bahwa mungkin ada sebagianku yang menjadi keinginan orang lain. Itu wajar.

Kehidupan kami tidak buruk, meski bukan yang terbaik. Besar pohon besar dahan bukanlah keburukan yang sangat buruk. Ini cuma soal fakta dan soal yang membutuhkan penyesuaian.

Allahumma afinii fi dunya wal akhirah,.,. Aamiin,.,.

penulis : Ekonov dari Forum Shalahudin (Forum intern DJP)

soo... true, kadang ketika ada terbersit suatu rasa khas di hati, selalu meminimalisir dengan berfikir bahwa semua pasti sesuai dengan kapasitasnya, waktunya melihat keatas untuk memotivasi dan kebawah untuk bisa bersyukur selalu, makasih pak ekonov

akhir2 ini lagi males nulis so.. bawaannya copas2 doang hehe... bulan depan insyaAllah bunda mulai ngerjain skripsi, doain saya ya moga2 semua lancar...

Tidak ada komentar: